Skip to main content

Analisis Perbedaan Pengaruh Informasi Laba dan Rugi Terhadap Koefisien Respon Laba

ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH INFORMASI
LABA DAN RUGI TERHADAP KOEFISIEN RESPON LABA
 Brian Tritiadi
Etna Nur Afri Yuyetta
 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro

1.      Pendahuluan
Informasi yang terdapat di dalam laporan laba rugi dianggap memiliki manfaat dalam pengambilan keputusan keuangan, karena laporan laba rugi memberikan informasi untuk investor dan kreditor dalam membantu mereka memprediksikan jumlah, penetapan waktu, dan ketidakpastian arus kas di masa depan (Rahayu, 2007). Pada dasarnya tujuan pelaporan laba rugi yaitu menilai kinerja perusahaan, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah laba atau rugi yang diperoleh oleh perusahaan (Chariri dan Ghozali, 2007).
Suaryana (2005) berpendapat bahwa informasi laba memiliki hubungan dengan return yang diharapkan oleh investor. Irianti (2008) juga menyimpulkan bahwa informasi laba memiliki pengaruh pada perubahan harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa informasi laba dapat dijadikan indikator untuk pengambilan keputusan keuangan oleh pasar.
Informasi laba (rugi) yang diumumkan perusahaan akan digunakan pasar untuk pengambilan keputusan keuangan. Keputusan menjual atau membeli yang dilakukan pasar disebut reaksi pasar. Mulyani (2007) berpendapat bahwa reaksi pasar akan mengakibatkan perubahan harga sekuritas. Perubahan harga sekuritas akan mempengaruhi return yang diterima pasar. Hal ini menunjukkan bahwa laba (rugi) memiliki hubungan dengan return yang akan diterima oleh pasar (investor). Hubungan tersebut secara singkat didasari oleh informasi yang dimiliki oleh laba (rugi) lalu mendapat reaksi pasar. Oleh karena itu, tingkat perubahan pada return atau harga saham dalam merespon informasi laba dapat diukur menggunakan koefisien respon laba atau earnings responses coefficient (ERC).
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk melihat besarnya hubungan laba dengan return melalui koefisien respon laba (Jindrichovska, 2001; Naimah dan Utama, 2007). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa informasi laba (rugi) berpengaruh positif terhadap koefisien respon laba, namun masih lemah hubungan koefisien determinasinya (R2). Fenomena lemahnya koefisien determinasi dapat dikarenakan digabungkannya informasi rugi dan laba dalam perhitungan koefisien respon laba. Hal ini dibuktikan Ajie (2003,) dan Naimah dan Utama (2007) dengan memisahkan perhitungan koefisien respon laba menjadi komponen laba bersih dan rugi bersih. Hasilnya laba bersih memiliki nilai koefisien determinasi lebih besar dibandingkan perhitungan laba secara gabungan.

Penelitian di atas juga menemukan bahwa informasi rugi berpengaruh negatif terhadap koefisien respon laba. Hal ini tentu bertentangan dengan pengertian dasar koefisien respon laba yang selalu diasumsikan homogen. Berarti baik perusahaan yang melaporkan laba akan meningkatkan return dan rugi akan menurunkan return (Ajie, 2003). Fenomena tidak berpengaruhnya informasi rugi terhadap koefisien respon laba menunjukkan bahwa adanya kenyataan para pemegang saham melakukan opsi likuidasi agar pelaporan kerugian dipersepsikan sebagai kejadian temporer (Ajie, 2003 dan Sari dan Zuhrohtun, 2003). Penelitian-penelitian terdahulu di atas masih terfokus pada laba (rugi) setelah pajak atau laba (rugi) bersih perusahaan, sedangkan di dalam laporan laba rugi terdapat berbagai komponen-komponen perhitungan laba (rugi).
Laporan laba rugi memiliki komponen-komponen yang akan membentuk laba (rugi) bersih perusahaan. Komponen-komponen ini berasal dari berbagai aktivitas permanen (operation, ordinary, dan financial) maupun aktivitas yang luar biasa (extraordinary). Hevas dan Siougle (2011) mengembangkan penelitian koefisien respon laba dengan memasukkan komponen-komponen laba (rugi) seperti laba (rugi) operasi, laba pos luar biasa, serta laba dari aktivitas keuangan. Hevas dan Siougle (2011) berpendapat bahwa perbedaan perhitungan akan menghasilkan perbedaan kandungan informasi, maka pengaruh yang dimiliki komponen-komponen laba (rugi) terhadap koefisien respon laba bervariasi.
Penelitian yang dilakukan Naimah dan Utama (2007) menyimpulkan bahwa laba bersih memiliki pengaruh positif dan signifikan sedangkan rugi bersih memiliki pengaruh negatif dan signifikan. Ajie (2003) melakukan penelitian dengan menggunakan dua data yang berbeda yaitu data pooling dan data tiga tahun periode pengamatan (1999-2001). Hasilnya adalah rugi bersih tidak berpengaruh signifikan terhadap koefisien respon laba dengan menggunakan data pooling, sedangkan data dalam tiga tahun pengamatan hanya satu tahun pengamatan (2000) yang menyatakan rugi bersih berpengaruh negatif dan signifikan terhadap koefisien respon laba. Joos dan Plesko (2004) menghasilkan bahwa rugi tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba bila rugi tersebut bersifat permanen tetapi berpengaruh positif dan signifikan bila rugi tersebut bersifat temporer. Hevas dan Siougle (2011) menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari rugi bersih terhadap koefisien respon laba.



2.      Implikasi Prinsip Akuntansi untuk Koefisien Respon Laba
Pada saat penerbitan laporan keuangan, pasar akan memberikan reaksi yang berbeda-beda. Reaksi tersebut akan mempengaruhi harga dari sekuritas serta akan mempengaruhi return yang akan didapat. Dalam hal ini, koefisien respon laba dapat mengukur seberapa besar reaksi pasar, khususnya investor, dalam melihat signal informasi laba yang diumumkan oleh perusahaan. Besarnya ukuran perubahan return atau harga saham dalam merespon informasi laba dapat dilihat menggunakan koefisien respon laba.
Koefisien respon laba adalah mengukur seberapa besar pengaruhnya tingkat informasi laba (rugi) yang terdapat pada informasi laporan laba rugi terhadap return yang diharapkan oleh investor. Semakin besar koefisien respon labanya menunjukkan laba (rugi) memiliki informasi yang dbutuhkan oleh pasar atau pemegang saham. Cho dan Jung (dikutip dari suaryana, 2005) mendefinisikan koefisien respon laba sebagai efek dollar dari laba non ekspektasian pada return saham, dan secara tipikal diukur dengan koefisien condongan dalam persamaan regresi return saham abnormal terhadap laba non ekspekstasian.
Scott (2006) mendefinisikan koefisien respon laba sebagai “ the extent of a security’s abnormal market return in response to the unexpected component of reported earnings of the firm issuing that security”. Naimah (2008) mendefinisikan koefisien respon laba merupakan koefisien yang mengukur respon abnormal returns sekuritas terhadap unexpected accounting earnings perusahaan-perusahaan yang menerbitkan sekuritas. Scott (2006) juga memberikan faktor-faktor yang mempengaruhi penelitian seperti, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, beta, dan kualitas laba perusahaan.

3.      Implikasi Prinsip Akuntansi untuk Model Kapitalisasi Laba dan Nilai Buku
Pada penelitian ini menggunakan persamaan regresi dengan model kapitalisasi laba dan nilai buku. Model ini digunakan sebelumnya oleh Hevas dan Siougle (2011) dan Naimah dan Utama (2007). Menurut Naimah dan Utama (2007) model kapitalisasi laba sederhana dinilai kurang memadai, terutama pada hubungan rugi dengan return. Pada kasus perusahaan merugi, pasar tidak lagi menggunakan informasi ini karena rugi dianggap tidak memiliki nilai informasi, terutama rugi yang bersifat permanen (Joos dan Plesko, 2004). Dikarenakan informasi rugi sudah dianggap tidak relevan maka pasar menggunakan opsi lain sebagai bahan pertimbangan, contohnya opsi likuidasi (Ajie, 2003).
Reaksi pasar yang melakukan opsi lain yang akan melemahkan hubungan laba (rugi) dengan return. Dengan memasukkan salah satu opsi yaitu nilai buku. Nilai buku ini diharapkan menjadi penghilang bias pada koefisien rugi yang dihasilkan dari model kapitalisasi laba sederhana (Naimah dan Utama, 2007). Hal ini telah terbukti bahwa pada penelitian Naimah dan Utama (2007) menyatakan pemegang saham pada perusahaan rugi akan mengandalkan nilai buku ekuitas sebagai proksi laba normal.

4.      Implikasi Prinsip Akuntansi untuk Hubungan Laba (Rugi) Terhadap Koefisien Respon Laba
Penelitian mengenai informasi laba (rugi) terhadap koefisien respon laba didasari dari adanya hubungan antara informasi laba (rugi) dengan return. Informasi laba (rugi) merupakan signal yang diberikan perusahaan untuk pasar. Signal ini diharapkan akan membantu pasar dalam mengambil keputusan keuangan (menjual atau membeli). Pasar akan mereaksi signal yang didapatnya, apabila pasar bereaksi berarti terdapat informasi didalam laba (rugi). Reaksi tersebut dapat ditunjukkan dari adanya pergerakan return saham. Besarnya ukuran perubahan return atau harga saham dalam merespon informasi laba dapat diukur menggunakan koefisien respon laba atau ERC (Earnings Responses Coeffficient). Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing informasi baik laba maupun rugi secara tidak langsung berpengaruh terhadap besarnya koefisien respon komponen laba dan rugi.

5.      Sampel, Data, dan Metode Analisis
a.     Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan pada tahun 2008-2010 Pemilihan sampel ditentukan secara purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Berdasarkan laporan ICMD, maka terdapat 300 perusahaan manufaktur untuk dijadikan objek penelitian. Pada penelitian ini terdapat outlier sebanyak 84 observasi. Outlier yaitu observasi yang dianggap mengganggu populasi. Nilai standar skor diatas 3 atau dibawah -3 yang dianggap outlier dalam penelitian ini. sehingga terdapat 216 perusahaan untuk dijadikan penelitian. Penelitian ini juga terhindar dari masalah asumsi klasik.

b.      Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu berupa laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan akhir tahun pembukuan pada tanggal 31 Desember 2008, 2009 dan 2010. Data sekunder tersebut berupa data pooled yang menggabungkan penggunaan data time series (runtun waktu) dan data cross-section (data silang).
c.       Metode Analisis
Pada penelitian ini menggunakan alat analisis regresi berganda. Hasil analisisnya adalah berupa koefisien pengaruh untuk masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel dependen dengan suatu persamaan. Pada penelitian ini menggunakan tiga model penelitian.

6.      Hasil Penelitian dan Pembahasan
a.      Hasil Regresi Uji Hipotesis Pertama
1)      Laba bersih berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Hasil pengujian menunjukkan bahwa PEPS (laba bersih) berpengaruh positif dalam hubungan laba dengan return. Berarti informasi laba bersih berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa laba bersih dianggap memiliki relevansi nilai. Hal tersebut ditunjukkan dari signifkannya hubungan laba dengan return, berarti laba bersih berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Pengaruh yang dimiliki informasi laba bersih atau PEPS terhadap koefisien respon laba terjadi karena pasar akan cenderung menggunakan informasi laba yang sangat dekat hubungannya dengan dividen. Perusahaan yang melaporkan laba juga akan mampu menyelesaikan proyek-proyeknya, karenanya pelaporan laba memiliki pengaruh positif terhadap koefisien respon laba.
2)      Rugi bersih berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Informasi rugi bersih (LEPS) tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal ini ditunjukkan dari tidak signifikannya hubungan rugi dengan return. Informasi rugi ditemukan secara negatif dan tidak signifikan. Hal ini disebabkan bahwa pada saat perusahaan melaporkan kerugian atau rugi bersih, pemegang saham memiliki opsi lain yaitu opsi likuidasi. Opsi likuidasi ini menyebabkan informasi rugi tidak memiliki relevansi nilai. Tidak adanya pengaruh dari variabel LEPS juga dapat disebabkan pasar mencari informasi lain seperti arus kas atau komponen yang lebih khusus (rugi keuangan atau rugi operasi) untuk dijadikan bahan pertimbangan keputusan keuangan. Hevas dan Siougle (2011) juga berpendapat bahwa pelaporan rugi bersih atau LEPS tidak memiliki nilai relevansi.

b.   Hasil Regresi Uji Hipotesis Kedua
1)      Laba dari aktivitas normal berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Dapat disimpulkan bahwa laba dari aktivitas normal (PORD) signifikan, hal ini berarti laba dari aktivitas normal berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Laba dari aktivitas normal memiliki sifat yang berkelanjutan (kontinyu), sehingga dapat menjadi refleksi aktivitas utama perusahaan dari tahun ke tahun (Hevas dan Siougle, 2011). Hal ini juga mengindikasikan bahwa pasar cenderung lebih memilih berinvestasi pada perusahaan yang melaporkan laba, karena perusahaan yang melaporkan laba dapat memberikan kepastian kelanjutan usaha di masa depan.
2)      Rugi dari aktivitas normal berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Rugi dari aktivitas normal (LEPS) tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal tersebut dikarenakan perusahaaan takut rugi dari aktivitas normal berkelanjutan sehingga perusahaan lebih cenderung melakukan opsi likuidasi atau pasar akan mencari informasi yang lebih detil (rugi operasi atau rugi keuangan).
3)      Laba dari aktivitas operasi berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Hasil pengujian menunjukkan bahwa laba dari aktivitas operasi berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal ini juga konsisten dengan penelitian dari Hevaz dan Siougle (2011) yang menyimpulkan bahwa POP atau laba dari aktivitas operasi berpengaruh positif terhadap koefisien respon laba. Pengaruh positif yang dimiliki laba dari aktivitas operasi terhadap koefisien respon laba dikarenakan aktivitas operasi adalah aktivitas yang persistensi sifatnya dan merupakan aktivitas yang menopang kelanjutan usaha dari perusahaan tersebut.
4)      Rugi dari aktivitas operasi berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Rugi dari aktivitas operasi tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal ini berarti rugi dari aktivitas operasi tidak memiliki informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan, sehingga naik atau turunnya harga saham tidak dipengaruhi oleh rugi dari aktivitas operasi. Tidak adanya pengaruh dari rugi operasi terhadap koefisien respon laba juga dapat dikarenakan pasar akan mencari informasi lain seperti arus kas, atau laba (rugi) kotor yang sangat dekat hubungannya dengan produksi perusahaan.
5)      Laba dari aktivitas keuangan berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Laba dari aktivitas keuangan (PFIN) tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal ini mengindikasikan bahwa informasi yang dimiliki laba dari aktivitas keuangan tidak digunakan dalam pengambilan keputusan keuangan oleh investor atau perubahan reaksi pasar terjadi bukan dikarenakan informasi laba dari aktivitas keuangan. Hal ini disebabkan laba dari aktivitas keuangan atau PFIN sangat mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (contoh : kurs mata uang dan tingkat bunga). Oleh karena itu, aktivitas tersebut sangat bersifat temporer. Laba yang bersifat temporer tidak dapat menyakinkan investor untuk prediksi arus kas di masa depan.
6)      Rugi dari aktivitas keuangan berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Rugi dari aktivitas keuangan (LFIN) berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal ini disebabkan rugi dari aktivitas keuangan berasal dari rugi kurs dan beban bunga, sehingga rugi keuangan bersifat temporer atau sewaktu-waktu dapat berubah menjadi laba. Penyebab rugi keuangan signifikan terhadap koefisien respon laba juga dapat disebabkan pada penelitian ini aktivitas rugi dari aktivitas keuangan lebih sering terjadi daripada aktivitas laba dari aktivitas keuangan. Hal ini tentu menyebabkan pasar menggunakan informasi rugi dari aktivitas keuangan untuk pengambilan keputusan. Hevaz dan Siougle (2011) berpendapat bahwa tanda positif yang dimiliki oleh rugi dari aktivitas keuangan dikarenakan metode cost yang diadopsi perusahaan untuk pelaporan pendapatan dari keuangan.
7)      Laba dari aktivitas pos luar biasa berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Laba dari pos luar biasa (PEXT) diuji menggunakan model 2 dan model 3. Hasil pengujian mengindikasikan bahwa tidak ada informasi yang direaksi oleh pasar terhadap informasi laba dari item pos-pos luar biasa. Tidak adanya informasi yang digunakan pasar untuk pengambilan keputusan dikarenakan aktivitas ini jarang sekali terjadi. Aktivitas pos-pos luar biasa merupakan aktivitas yang tidak menentu, sehingga aktivitas ini tidak dapat merefleksikan aktivitas perusahaan sesungguhnya. Tidak adanya pengaruh laba dari aktivitas luar biasa terhadap koefisien respon laba juga dapat dikarenakan aktivitas ini akan dihilangkan dalam laporan keuangan 2011. Hal ini mengindikasikan laba dari aktivitas luar biasa tidak memiliki informasi relevan di masa yang akan datang.
8)      Laba atau rugi dari aktivitas pajak berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Berdasarkan hasil empiris menunjukkan aktivitas pajak tidak memiliki informasi, sehingga pelaporan pajak tidak di respon oleh pasar. Tidak adanya pengaruh dari aktivitas pajak terhadap koefisien respon laba mungkin dapat dikarenakan aktivitas ini sangat tergantung dari besarnya laba (rugi) perusahaan yang dilaporkan. Pada penelitian ini, aktivitas pajak juga lebih banyak pada aktivitas rugi (beban) pajak yang mengurangi jumlah laba perusahaan. Aktivitas beban pajak yang mengurangi laba tentu akan mengurangi kemampuan dividen yang akan diterima oleh pemegan saham. Hasil ini didukung oleh penelitian Ballas (1996) yang menyatakan pajak tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal ini mengindikasikan tingkat perubahan return atau harga saham tidak dipengaruhi oleh laba (rugi) dari aktivitas pajak.

7.      Kesimpulan dan Implikasi
a.       Hasil penelitian menunjukkan bahwa investor menggunakan informasi laba yang lebih bersifat konsisten dan menggunakan informasi rugi yang lebih bersifat temporer. Hal tersebut terbukti bahwa pada informasi laba dari aktvitias keuangan dan laba dari pos luar biasa yang sangat dipengaruhi oleh pihak eksternal dan sangat tidak konisten. Sedangkan, pada perusahaan yang melaporkan rugi perusahaan memiliki opsi likuidasi yang menyebabkan informasi rugi kehilangan relevansi nilainya. Nilai buku dalam penelitian ini juga kurang dapat menjelaskan relevansi nilainya. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa berbeda cara perhitungan laba (rugi) akan menghasilkan perbedaan pada reaksi yang berujung pada perbedaan koefisien respon labanya.
b.      Penelitian ini memiliki beberapa implikasi untuk penelitian terkait, yaitu:
1)      Diperolehnya hasil pengaruh laba akuntansi dari bebagai pendekatan angka laba terhadap return, maka investor dapat mempertimbangkan perusahaan yang konsisten mampu mendapatkan laba sebagai tujuan investasi.
2)      Diperolehnya hasil pengaruh laba terhadap return, maka investor dapat mempertimbangkan nilai-nilai dari informasi laba perusahaan.
3)      Untuk penelitian selanjutnya dapat memperpanjang tahun penelitian sehingga diharapkan akan memperkuat hasil penelitian sebelumnya terutama pada item pos-pos luar biasa (extraordinary). Serta diharapkan untuk memasukkan komponen seperti laba (rugi) kotor (gross profit) karena komponen tersebut memiliki hubungan paling dekat dengan penjualan (pendapatan) utama perusahaan.




8.      Keterbatasan dan Kelebihan Artikel
a.       Keterbatasan
1)      Periode pengamatan yang relatif pendek hanya tiga tahun dan hanya berkisar pada perusahaan manufaktur.
2)      Kecilnya jumlah perusahaan yang melaporkan item pos-pos luar biasa, sehingga kurang kuat dalam menggambarkan kandungan informasi aktivitas tersebut.
3)      Data penelitian pada tahun 2008-2010 masih terkena dampak krisis ekonomi dunia, sehingga harga saham mungkin menjadi bias.

b.      Kelebihan
1)      Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan oleh investor untuk mempertimbangkan nilai-nilai dari informasi laba perusahaan, sehingga tidak salah pilih untuk menanamkan investasi.
2)      Informasi yang disajikan baik dalam penulisan serta penjelasan tentang tujuan dan hasil penelitian sudah cukup terperinci.
3)      Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan refrensi untuk penelitian sejenis pada masa mendatang.








Comments

Popular posts from this blog

Pengertian Padmasana dan Aturan Pembuatan Padmasana secara detail

Mengingat rekan-rekan sedharma di Bali dan di luar Bali banyak yang membangun tempat sembahyang atau Pura dengan pelinggih utama berupa Padmasana, perlu kiranya kita mempelajari seluk beluk Padmasana agar tujuan membangun simbol atau “Niyasa” sebagai objek konsentrasi memuja Hyang Widhi dapat tercapai dengan baik. ARTI PADMASANA Padmasana atau (Sanskerta: padmāsana) adalah sebuah tempat untuk bersembahyang dan menaruh sajian bagi umat Hindu, terutama umat Hindu di Indonesia.Kata padmasana berasal dari bahasa Sanskerta, menurut Kamus Jawa Kuna-Indonesia yang disusun oleh  Prof. Dr. P.J. Zoetmulder  (Penerbit Gramedia, 1995) terdiri dari dua kata yaitu : “padma” artinya bunga teratai dan “asana” artinya sikap duduk. Hal ini juga merupakan sebuah posisi duduk dalam yoga.Padmasana berasal dari Bahasa Kawi, menurut Kamus Kawi-Indonesia yang disusun oleh  Prof. Drs.S. Wojowasito (Penerbit CV Pengarang, Malang, 1977) terdiri dari dua kata yaitu: “Padma” artinya bunga teratai, a

Dinamika Budaya Organisasi

DINAMIKA BUDAYA ORGANISASI A.                 Pengertian Budaya Organisasi Berdarakan pengertian kebudayaan di atas, budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan, yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar ( Basic Assumption ), kemudian Tingkatan Nilai ( Value ), dan Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri, dan hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya Value , Value itu dalam hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku, untuk itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang b

Makna Acintya Dalam Hindu

Paling tidak ada dua makna yang dapat diurai berkaitan dengan “Acintya” ini. Pertama, Acintya sebagai suatu istilah yang didalam kitab suci Bhagavadgita II.25, XII.3 atas Manawadharmasastra I.3 disebut dengan kata: Acintyah, Acintyam atau Acintyasa yang artinya memiliki sifat yang tidak dapat dipikirkan. Dalam bahasa Lontar Bhuwana Kosa, “Acintyam” bahkan diberi artian sebagai “sukma tar keneng anggen-anggen”: amat gaib dan tidak dapat dipikirkan. Lalu siapa yang dikatakan memiliki sifat tidak dapat dipikirkan itu, tidak lain dari Sang Paramatman (Hyang Widhi) termasuk Sang Atman itu sendiri. Jadi, sebagai suatu istilah, “Acintya” mengandung makna sebagai penyebutan salah satu sifat kemahakuasaan Tuhan. Kedua, Acintya sebagai symbol atau perwujudan dari kemahakuasaan Tuhan itu sendiri. Bahwa apa yang sebenarnya “tidak dapat dipikirkan” itu ternyata “bisa diwujudkan” melalui media penggambaran, relief atau pematungan. Maka muncullah gambar Acintya di atas selembar kain puti