Skip to main content

Dinamika Budaya Organisasi

DINAMIKA BUDAYA ORGANISASI

A.                Pengertian Budaya Organisasi
Berdarakan pengertian kebudayaan di atas, budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan, yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar (Basic Assumption), kemudian Tingkatan Nilai (Value), dan Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri, dan hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya Value, Value itu dalam hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku, untuk itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang bisa didengar (Schein, 1991: 14).
Budaya organisasi merupakan bentuk keyakinan, nilai, cara yang bisa dipelajari untuk mengatasi dan hidup dalam organisasi, budaya organisasi itu cenderung untuk diwujudkan oleh anggota organisasi (Brown, 1998: 34). Robbins, (2003: 525) menjelaskan bahwa budaya organisasi itu merupakan suatu system nilai yang dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut bisa membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Sistem
nilai tersebut dibangun oleh 7 karakteristik sebagai sari (essence) dari budaya organisasi, 7 karakteristik adalah:
1. Inovasi dan pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan dimana para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko.
2. Perhatian yang rinci (Attention to detail). Suatu tingkatan dimana para karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision), analisis dan perhatian kepada rincian.
3. Orientasi hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.
4. Orientasi pada manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil – hasil pada orang–orang anggota organisasi itu.
5. Orientasi tim (Team orientation). Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja diorganisir di sekitar tim – tim, bukannya individu – individu.
6. Keagresifan (Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang – orang (anggota organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai – santai.
7. Stabilitas (Stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.

B.                 Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a)              Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b)             Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c)              Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d)            Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e)              Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

C.                Ciri-ciri Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:
a)              Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
b)             Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
c)              Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
d)            Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
e)              Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.
f)               Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
g)             Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.. Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku.
D.                Tipologi Budaya
Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi :
1).          Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
2).          Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.
3).          Tim  Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada  hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
4).          Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.

Jenis kekuasaan dan keterlibatan individu dalam organisasi dibagi menjadi :
a)              Organisasi Koersif, adalah organisasi di mana para anggota organisasi harus mematuhi apapun peraturan yang diberlakukan.
b)             Organisasi Utilitarian, adalah organisasi di mana para anggota diperlakukan secara adil dalam pekerjaan dan hasil sesuai dengan standart atau ketentuan yang yang disepakati bersama oleh anggota organisasi.
c)              Organisasi Normatif, adalah organisasi di mana para anggota organisasinya memberikan kontribusi tinggi pada komitmen karena menganggap organisasi adalah sama dengan tujuan diri mereka sendiri.




E.                 Unsur-Unsur Budaya Organisasi
1).          Asumsi dasar
2).          Seperangkat nilai dan Keyakinan yang dianut
3).          Pemimpin
4).          Pedoman mengatasi masalah
5).          Berbagai nilai
6).          Pewarisan
7).          Acuan prilaku
8).          Citra dan Brand yang khas
9).          Adaptasi

F.                  Tipe Budaya organisasi :
1).          Budaya Birokrasi
2).          Budaya Inovatif
3).          Budaya Suporatif

G.               Peran Budaya Organisasi
Dari pengertian budaya organisasi di atas, tampak bahwa budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas kinerja organisasi, khususnya kinerja manajemen dan kinerja ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peran budaya organisasi adalah sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola sumber daya organisasional, dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan internal dan eksternal.

Artikel : THE DYNAMICSO F ORGANIZATIONALC ULTURE
Oleh    : MARY JO HATCH

1.      Motivasi Penelitian
Dinamika budaya memfokuskan studi observasional seperti Barley pada artefak tindakan serta kegiatan. Misalnya, realisasi proaktif penelitian mungkin berfokus pada bagaimana nilai-nilai dan harapan “bagaimana seharusnya” menembus ritual seperti tinjauan kuartalan pertemuan (misalnya, melalui persiapan, pengaturan, dan presentasi yang dibuat oleh peserta).

2.      Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini bertujuan untuk menemukan bagaimana pewawancara menanggapi simbol baru dalam rangka perubahan yang terjadi dalam anggota kelompok organisasi.

3.      Teori Yang Digunakan
a)      Teori Perubahan Sikap
Teori perubahan sikap dapat membantu untuk memprediksikan pendekatan yang paling efektif. Sikap, mungkin dapat berubah sebagai hasil pendekatan dan keadaan.
b)     Teori Pertimbangan Sosial
Teori pertimbangan sosial ini merupakan suatu hasil perubahan mengenai bagaimana orang-orang merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil perubahan dalam memercayai suatu objek. Teori ini menjelaskan bahwa manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap individu jika mau memahami struktur yang menyangkut sikap orang laindan membuat pendekatan setidaknya untuk dapat mengubah ancaman.
c)      Konsistensi dan Teori Perselisihan
Teori konsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam ketidakstabilan, walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori perselisihan adalah suatu variasi dari teori konsistensi.

4.      Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini dimana peneliti mewawancarai secara langsung pewawancara serta melakukan penyebaran kuesioner untuk menetukan perubahan sikap, pertimbangan sosial, dan perselisihan yang terjadi dalam organisasi setiap kelompok individu.

5.      Hasil Penelitian
Sebuah organisasi mempunyai budaya masing-masing. Ini menjadi salah satu pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya sebuah organisasi ada yang sesuai dengan anggota atau karyawan baru, ada juga yang tidak sesuai sehingga seorang anggota baru atau karyawan yang tidak sesuai dengan budaya organisasi tersebut harus dapat menyesuaikan kalau dia ingin bertahan di organisasi tersebut.
Budaya organisasi ini dapat membuat suatu organisasi menjadi terkenal dan bertahan lama. Yang jadi masalah tidak semua budaya organisasi dapat menjadi pendukung organisasi itu. Ada budaya organisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Maksudnya tidak dapat menyocokkan diri dengan lingkungannya, dan lebih ditakutkan lagi organisasi itu tidak mau menyesuaikan budaya nya dengan perkembangan zaman karena dia merasa paling benar.
Dalam keadaan inilah anggota tidak akan mendapatkan kepuasan kerja. Memang banyak faktor lain yang menyebabkan anggota tidak memperoleh kepuasan kerja, tapi faktor budaya organisasi merupakan faktor yang utama dan merupak artefak dari nilai-nilai, dan proses yang terjadi di dalamnya.

6.         Saran
Setiap organisasi mempunyai budaya yang berbeda-beda. Tidak aka nada dua organisasi yang mempunyai budaya yang sama persis. Ini biasanya sangat berpengaruh pada siapa pendirinya. Secara prinsip . di dalam prakteknya, titik masuk untuk analisis kesenjangan yang terjadi akan ditentukan oleh pertanyaan penelitian dan metode penelitian . Meskipun demikian, budaya model dinamika ini dimaksudkan untuk digunakan secara keseluruhan, dan analitis kerangka kerja untuk melakukan hal ini ditawarkan melalui dua kerangka berpikir dan metode yang disarankan sebagai titik awal bagi para peneliti ingin merintis pendekatan dinamika budaya menggunakan studi empiris.


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Nilai, Konsep Sikap, dan Kepuasan Kerja

I.        Konsep Nilai M encerminkan keyakinan-keyakinan dasar bahwa “bentuk khusus perilaku atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi atau sosial lebih dipilih dibandingkan dengan bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan perlawanan atau kebaikan.” Nilai mengandung unsur pertimbangan yang mengemban gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, dan diinginkan. Nilai mempunyai baik atribut isi maupun intensitas. Atribut isi mengatakan bahwa bentuk perilaku atau bentuk-akhir keberadaannya adalah penting. Atribut intensitas menjelaskan seberapa penting hal itu. Ketika kita memperingatkan nilai-nilai individu berdasarkan intensitasnya, kita peroleh sistem nilai orang tersebut. Secara umum dapat dikatakan nilai itu relatif stabil dan kokoh. a)       Pentingnya Nilai Nilai penting untuk mempelajari perilaku organisasi karena nilai menjadi dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta karena nilai mempengaruhi persepsi kita. Individu-individu memasuki organis

Pengertian Padmasana dan Aturan Pembuatan Padmasana secara detail

Mengingat rekan-rekan sedharma di Bali dan di luar Bali banyak yang membangun tempat sembahyang atau Pura dengan pelinggih utama berupa Padmasana, perlu kiranya kita mempelajari seluk beluk Padmasana agar tujuan membangun simbol atau “Niyasa” sebagai objek konsentrasi memuja Hyang Widhi dapat tercapai dengan baik. ARTI PADMASANA Padmasana atau (Sanskerta: padmāsana) adalah sebuah tempat untuk bersembahyang dan menaruh sajian bagi umat Hindu, terutama umat Hindu di Indonesia.Kata padmasana berasal dari bahasa Sanskerta, menurut Kamus Jawa Kuna-Indonesia yang disusun oleh  Prof. Dr. P.J. Zoetmulder  (Penerbit Gramedia, 1995) terdiri dari dua kata yaitu : “padma” artinya bunga teratai dan “asana” artinya sikap duduk. Hal ini juga merupakan sebuah posisi duduk dalam yoga.Padmasana berasal dari Bahasa Kawi, menurut Kamus Kawi-Indonesia yang disusun oleh  Prof. Drs.S. Wojowasito (Penerbit CV Pengarang, Malang, 1977) terdiri dari dua kata yaitu: “Padma” artinya bunga teratai, a

Makna Acintya Dalam Hindu

Paling tidak ada dua makna yang dapat diurai berkaitan dengan “Acintya” ini. Pertama, Acintya sebagai suatu istilah yang didalam kitab suci Bhagavadgita II.25, XII.3 atas Manawadharmasastra I.3 disebut dengan kata: Acintyah, Acintyam atau Acintyasa yang artinya memiliki sifat yang tidak dapat dipikirkan. Dalam bahasa Lontar Bhuwana Kosa, “Acintyam” bahkan diberi artian sebagai “sukma tar keneng anggen-anggen”: amat gaib dan tidak dapat dipikirkan. Lalu siapa yang dikatakan memiliki sifat tidak dapat dipikirkan itu, tidak lain dari Sang Paramatman (Hyang Widhi) termasuk Sang Atman itu sendiri. Jadi, sebagai suatu istilah, “Acintya” mengandung makna sebagai penyebutan salah satu sifat kemahakuasaan Tuhan. Kedua, Acintya sebagai symbol atau perwujudan dari kemahakuasaan Tuhan itu sendiri. Bahwa apa yang sebenarnya “tidak dapat dipikirkan” itu ternyata “bisa diwujudkan” melalui media penggambaran, relief atau pematungan. Maka muncullah gambar Acintya di atas selembar kain puti