I.
Konsep Nilai
Mencerminkan keyakinan-keyakinan dasar bahwa
“bentuk khusus perilaku atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi atau sosial
lebih dipilih dibandingkan dengan bentuk perilaku atau bentuk akhir keberadaan
perlawanan atau kebaikan.” Nilai mengandung unsur pertimbangan yang mengemban
gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, dan diinginkan.
Nilai mempunyai baik atribut isi maupun intensitas. Atribut isi mengatakan
bahwa bentuk perilaku atau bentuk-akhir keberadaannya adalah penting. Atribut
intensitas menjelaskan seberapa penting hal itu. Ketika kita memperingatkan
nilai-nilai individu berdasarkan intensitasnya, kita peroleh sistem nilai orang
tersebut. Secara umum dapat dikatakan nilai itu relatif stabil dan kokoh.
a)
Pentingnya
Nilai
Nilai penting untuk mempelajari
perilaku organisasi karena nilai menjadi dasar untuk memahami sikap dan
motivasi serta karena nilai mempengaruhi persepsi kita. Individu-individu
memasuki organisasi dengan gagasan yang dikonsepkan sebelumnya mengenai apa
yang seharusnya dan tidak
seharusnya. Sistem nilai adalah hirarki yang
didasarkan pada pemeringkatan nilai-nilai pribadi berdasarkan intensitas nilai
tersebut.
b)
Tipe Nilai
Menurut Allport and Associate
(dalam Robbins, 1993), tipe nilai dibagi menjadi 6 antara lain:
1.
Theoretical
Nilai yang mengutamakan penemuan / pencarian kebenaran
melalui pendekatan rasional dan kritikal.
2. Economic
Nilai yang menekankan kegunaan dan kepraktisan.
3.
Aesthetic
Nilai yang mengagungkan bentuk dan keharmonisan.
4.
Social
Nilai yang menekankan kecintaan terhadap orang-orang.
5.
Political
Nilai yang menitikberatkan pada kekuasaan dan pengaruh.
6.
Religious
Nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan pemahaman yang
sama tentang alam semesta.
II.
Konsep Sikap
Sikap (attitude) merupakan
pernyataan evaluatif baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap
objek individu atau peristiwa. Atau penggambaran bagaimana perasaan seseorang
tentang sesesutu. Sikap merupakan sesuatu yang sangat rumit untuk dipahami,
maka ada beberapa pertanyaan yang dapat menjadi patokan untuk mempermudah
memahami hal tersebut, antara lain:
A.
Apa saja komponen utama dari sikap ?
1. Kognitif: Segmen pendapat atau keyakinan dari suatu
sikap.
2. Afektif: Segmen emosional atau perasaan dari suatu
sikap.
3. Psikomotorik (perilaku): Alasan untuk berperilaku
dalam suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
4. Sikap dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.
5. Pimpinan: Berpengaruh terhadap bawahan.
B.
Seberapa konsistenkah sikap itu ?
Sikap bukanlah sesuatu yang menetap,
tapi sikap dapat juga berubah karena satu dan lain hal. Perubahan sikap ini
mampu menjadikan orang yang tadinya bersikap negatif terhadap obyek sikap,
menjadi lebih positif. Atau sebaliknya orang yang tadinya bersikap positif
menjadi negatif terhadap obyek sikap.
Pada akhir tahun 195-an, Leon Fissinger
mengemukakan teori ketidaksesuain kognitif (cognitive dissonance theory), yang
menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Pada umumnya, penelitian
menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi di antara sikap mereka serta
antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk
menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka
sehingga mereka terlihat rasional.
Ketika terdapat ketidakkonsistenan,
timbullah dorongan untuk mengembalikan individu tersebut ke keadaan seimbang ,
dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini bisa dilakukan dengan cara
mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan mengembangkan rasionalisasi untuk
ketidaksesuaian. Contohnya Anda memberi tahu anak-anak Anda untuk membersihkan
gigi mereka setiap hari, namun Anda tidak melakukannya. Apabila elemen yang menghasilkan
ketidaksesuaian relative tidak penting, tekanan untuk memperbaiki
ketidakseimbangan akan rendah.
C.
Apakah perilaku selalu mengikuti sikap ?
Telah ditegaskan bahwa sikap
mempengaruhi perilaku dimana sikap mempunyai hubungan sebab akibat dengan
perilaku, yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan.
Namun penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku
masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger
bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan variable-variable pengaitnya.
1)
Variabel-variabel
pengait
Variable pengait hubungan sikap-perilaku
yang paling kuat adalah:
·
Pentingnya
sikap
·
Kekhususannya
·
Aksesibilitasnya
·
Apakah
ada tekanan-tekanan sosial
·
Apakah
seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut.
2)
Teori persepsi
diri
Teori persepsi diri merupakan sikap yang
digunakan setelah melakukan sesuatu untuk memahami tindakan yang telah terjadi.
Ketika individu ditanyai tentang sikap mereka dan tidak mempunyai pendirian
atau perasaan yang kuat, maka teori persepsi diri menyatakan bahwa mereka cenderung
membuat jawaban yang masuk akal.
D.
Apakah sikap
kerja yang utama ?
1. Job satisfactions (kepuasan kerja)
Berkenaan dengan
sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Jika kepuasan kerja tinggi maka
sikap terhadap pekerjaannya adalah positif, begitu pula sebaiknya.
2. Job involvement (keterlibatan kerja)
Menunjukkan
tingkat pengenalan dan keterlibatan diri dengan pekerjaan, serta kesadaran
seseorang bahwa performance penting bagi dirinya. Orang yang memiliki tingkat
keterlibatan kerja tinggi maka ia akan lebih memperhatikan pekerjaannya.
3. Organizational commitment (komitmen kepada
organisasi)
Menunjukkan
tingkat pengenalan, keterlibatan dan kesetiaan kepada organisasi, serta harapan
dapat mempertahankan status keanggotaannya.
E.
Bagaimana sikap karyawan dapat diukur ?
Pengetahuan
tentang sikap karyawan bisa bermanfaat bagi manajer dalam usaha untuk
memprediksi perilaku karyawan. Dan pertanyaan yang muncul adalah bagaimana
mendapatkan informasi tentang sikap karyawan ?
Untuk mengukur
sikap karyawan, metode yang paling sering di gunakan adalah Survey Sikap (
Attitude Surveys). Survey sikap adalah upaya mendapatkan respons dari karyawan
melalui kuosioner mengenai perasaan mereka terhadap pekerjaan, tim kerja,
penyelia, dan organisasi. Penggunaan survey sikap secara teratur member
manajemen umpan balik yang berharga mengenai bagaiman karyawan menerima kondisi
kerja mereka. Kebijaksanaan dan praktik yang dianggap objektif dan adil oleh
manajemen mungkin dianggap tidak adil oleh karyawan-karyawan tertentu.
F.
Apa arti penting dari sikap terhadap keragaman di tempat
kerja ?
Sikap karyawan
yang berubah untuk mencerminkan perspektif yang berubah mengenai ras, gender,
dan persoalan perbedaan lainnya, semakin menngkhawatirkan para manajer. Karena
hal tersebut bisa menjadi hal penghambat dalam organisasi. Oleh karena itu,
perlu dikembangkan sebuah program keberagaman, yang meliputi fase evaluasi
diri. Individu didesak untuk memeriksa diri sendiri serta menghadapi stereotip
etnis dan cultural yang mungkin mereka miliki. Dapat juga ditambahkan aktivitas
yang mengatur individu untuk melakukan pekerjaan sukarela di pusat-pusat
layanan social atau masyarakat. Untuk bertemu langsung dengan dengan individu
atau kelompok dari latar belakang yang berbeda, agar mereka merasakan seperti
apakah menjadi berbeda.
III. Kepuasan kerja
Kepuasan kerja
merupakan suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan
hasil dari sebuah evaluasi karakeristiknya. Lalu, Bagaimana kita dapat mengukur
kepuasaan kerja ?, Seberapa puaskah individu dengan pekerjaan mereka ?, Apakah
yang menyebabkan kepuasaan kerja ?, Pengaruh dari karyawan yang tidak puas dan
puas di tempat kerja ?.
1. Mengukur
kepuasaan kerja ?
Mengukur
kepuasan kerja dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu penilaian tunggal
secara umum dan nilai penyajian akhir yang terdiri atas sejumlah aspek
pekerjaan. Metode penilaian tunggal secara umum sekedar meminta individu untuk
menjawab satu pertanyaan tentang kepuasaan kerja menurutnya dalam skala angka.
Sementara pendekatan lain, yaitu penyajian akhir aspek pekerjaan,
mengidentifikasikan elemen-elemen penting dalam suatu pekrjaan dan menanyakan
perasaan karyawan tentang setiap pekerjaan. Elemen-elemen tersebut adalah sifat
pekerjaan, pengawasan, bayaran saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan
rekan-rekan kerja.
2. Seberapa puaskah individu dengan pekerjaan
mereka ?
Berbagai studi
independen yang diadakan diantara para pekerja AS selama 30 tahun terakhir,
pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan
pekerjaannya. Rata-rata individu merasa puas dengan pekerjaan mereka, dengan
kerja itu sendiri, dengan pengawas dan rekan kerja mereka. Namun mereka
cenderung tidak begitu puas dengan bayaran dan peluang promosi yang diberikan
oleh perusahaan.
3. Apakah yang menyebabkan kepuasaan kerja ?
Kepuasan kerja
dipengaruhi oleh banyak hal seperti kerja itu sendiri, bayaran, promosi,
pengawasan, dan rekan kerja. Namun kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan
kondisi pekerjaan. Kepribadian juga memainkan sebuah peran. Penelitian
menunjukkan bahwa individu yang mempunyai kepribadian negatif, biasanya kurang
puas dengan pekerjaan mereka.
4.
Pengaruh dari
karyawan yang tidak puas dan puas di tempat kerja ?
Ada konsekuensi
ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan
tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis dalam memahami
konsekuensi dari ketidakpuasan, yaitu:
a)
Keluar (exit)
Perilaku yang ditujukan untuk
meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
b)
Aspirasi (voice)
Secara aktif dan konstruktif berusaha
memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalan
dengan atasan, dan beberapa beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
c)
Kesetiaan
(loyality)
Secara pasif tapi optimistis menunggu
membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan
kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan
hal yang benar.
d)
Pengabdian
(neglect)
Secara pasif membiarkan kondisi menjadi
lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus,
kurangnya usaha dan meningkatkan angka kesalahan.
Kepuasan Kerja dan Kinerja
Seperti yang disimpulkan dalam “mitos dan ilmu
pengetahuan”, pekerja yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun sulit
untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut. Akan tetapi
beberapa peneliti biasanya percaya bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan
kinerja pekerjaan adalah sebuah mitos manajemen.
Kepuasan Kerja dan OCB
Tampaknya adalah logis untuk menganggap bahwa
kepuasan kerja seharusnya menjadi factor penentu utama dari perilaku kewargaan
organisasional atau OCB seorang karyawan. Karyawan yang puas tampaknya
cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain,
dan melewati harapan normal dalam pekerjaan. Selain itu, karyawan yang puas
mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka ingin merespons
pengalaman positif mereka.
Kepuasan Kerja dan Kepuasan Pelanggan
Karyawan dalam pekerjaan jasa sering
berinteraksi dengan pelanggan. Karena manajemen organisasi jasa harus
menyenangkan pelanggan adalah masuk untuk bertanya : apakah kepuasan karyawan
berhubungan dengan hasil pelanggan yang positif? Untuk karyawan garis depan
yang mempunyai hubungan tetap dengan para pelanggan, jawabannya adalah “ya”.
Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran
Kita menemukan hubungan negative yang konsisten
antara kepuasan dan ketidakhadiran, tetapi korelasi tersebut berkisar antara
sedang sampai lemah. Sementara adalah masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas
cenderung melalaikan pekerjaan, factor – factor lain memiliki pengaruh pada
hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi. Sebagai contoh, organisasi
yang memberikan tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya membesarkan hati
para karyawan mereka termasuk mereka yang merasa sangat puas untuk mengambil
cuti.
Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan
Kepuasan juga berhubungan negative dengan
perputaran karyawan, tetapi korelasi tersebut lebih kuat daripada apa yang kita
ketahui untuk ketidakhadiran. Namun sekali lagi factor – factor lain sperti
kondisi pasar tenaga kerja, harapan tentang peluang pekerjaan laternaitf, dan
lamanya masa jabatan dengan organisasi merupakan batasan penting tentang
keputusan yang actual untuk meningkatkan pekerjaan seseorang pada saat ini.
Bukti menunjukkan bahwa sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan –
perputaran karyawan adalah tingkat kinerja karyawan.
Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja
Ketidakpuasan kerja memprediksi banyak perilaku
khusus, termasuk upaya pembentukan seriakt kerja, penyalahgunaan hakikat,
pencurian di tempat kerja, pergaulan yang tidak pantas, dan kelambanan. Para
peneliti berpendapat bahwa perilaku ini adalah indicator sebuah sindrom yang lebih
luas yang sering kita sebut perilaku menyimpang di tempat kerja.
bang ni referensinya dari mana mengenai tipe nilai dari allport?
ReplyDelete