ANALISIS PERBEDAAN
PENGARUH INFORMASI
LABA DAN RUGI TERHADAP
KOEFISIEN RESPON LABA
Brian Tritiadi
Etna Nur Afri Yuyetta
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Diponegoro
1.
Pendahuluan
Informasi
yang terdapat di dalam laporan laba rugi dianggap memiliki manfaat dalam
pengambilan keputusan keuangan, karena laporan laba rugi memberikan informasi
untuk investor dan kreditor dalam membantu mereka memprediksikan jumlah,
penetapan waktu, dan ketidakpastian arus kas di masa depan (Rahayu, 2007). Pada
dasarnya tujuan pelaporan laba rugi yaitu menilai kinerja perusahaan, hal
tersebut dapat dilihat dari jumlah laba atau rugi yang diperoleh oleh
perusahaan (Chariri dan Ghozali, 2007).
Suaryana
(2005) berpendapat bahwa informasi laba memiliki hubungan dengan return yang
diharapkan oleh investor. Irianti (2008) juga menyimpulkan bahwa informasi laba
memiliki pengaruh pada perubahan harga saham. Hal ini menunjukkan bahwa
informasi laba dapat dijadikan indikator untuk pengambilan keputusan keuangan
oleh pasar.
Informasi laba (rugi)
yang diumumkan perusahaan akan digunakan pasar untuk pengambilan keputusan
keuangan. Keputusan menjual atau membeli yang dilakukan pasar disebut reaksi
pasar. Mulyani (2007) berpendapat bahwa reaksi pasar akan mengakibatkan
perubahan harga sekuritas. Perubahan harga sekuritas akan mempengaruhi return
yang diterima pasar. Hal ini menunjukkan bahwa laba (rugi) memiliki
hubungan dengan return yang akan diterima oleh pasar (investor).
Hubungan tersebut secara singkat didasari oleh informasi yang dimiliki oleh
laba (rugi) lalu mendapat reaksi pasar. Oleh karena itu, tingkat perubahan pada
return atau harga saham dalam merespon informasi laba dapat diukur
menggunakan koefisien respon laba atau earnings responses coefficient (ERC).
Berbagai penelitian
telah banyak dilakukan untuk melihat besarnya hubungan laba dengan return
melalui koefisien respon laba (Jindrichovska, 2001; Naimah dan Utama, 2007).
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa informasi laba (rugi) berpengaruh
positif terhadap koefisien respon laba, namun masih lemah hubungan koefisien
determinasinya (R2). Fenomena lemahnya koefisien determinasi dapat dikarenakan
digabungkannya informasi rugi dan laba dalam perhitungan koefisien respon laba.
Hal ini dibuktikan Ajie (2003,) dan Naimah dan Utama (2007) dengan memisahkan
perhitungan koefisien respon laba menjadi komponen laba bersih dan rugi bersih.
Hasilnya laba bersih memiliki nilai koefisien determinasi lebih besar dibandingkan
perhitungan laba secara gabungan.
Penelitian di atas juga
menemukan bahwa informasi rugi berpengaruh negatif terhadap koefisien respon
laba. Hal ini tentu bertentangan dengan pengertian dasar koefisien respon laba
yang selalu diasumsikan homogen. Berarti baik perusahaan yang melaporkan laba
akan meningkatkan return dan rugi akan menurunkan return (Ajie,
2003). Fenomena tidak berpengaruhnya informasi rugi terhadap koefisien respon
laba menunjukkan bahwa adanya kenyataan para pemegang saham melakukan opsi
likuidasi agar pelaporan kerugian dipersepsikan sebagai kejadian temporer
(Ajie, 2003 dan Sari dan Zuhrohtun, 2003). Penelitian-penelitian terdahulu di
atas masih terfokus pada laba (rugi) setelah pajak atau laba (rugi) bersih
perusahaan, sedangkan di dalam laporan laba rugi terdapat berbagai
komponen-komponen perhitungan laba (rugi).
Laporan
laba rugi memiliki komponen-komponen yang akan membentuk laba (rugi) bersih
perusahaan. Komponen-komponen ini berasal dari berbagai aktivitas permanen (operation,
ordinary, dan financial) maupun aktivitas yang luar biasa (extraordinary).
Hevas dan Siougle (2011) mengembangkan penelitian koefisien respon laba dengan
memasukkan komponen-komponen laba (rugi) seperti laba (rugi) operasi, laba pos
luar biasa, serta laba dari aktivitas keuangan. Hevas dan Siougle (2011)
berpendapat bahwa perbedaan perhitungan akan menghasilkan perbedaan kandungan
informasi, maka pengaruh yang dimiliki komponen-komponen laba (rugi) terhadap
koefisien respon laba bervariasi.
Penelitian yang
dilakukan Naimah dan Utama (2007) menyimpulkan bahwa laba bersih memiliki
pengaruh positif dan signifikan sedangkan rugi bersih memiliki pengaruh negatif
dan signifikan. Ajie (2003) melakukan penelitian dengan menggunakan dua data
yang berbeda yaitu data pooling dan data tiga tahun periode pengamatan
(1999-2001). Hasilnya adalah rugi bersih tidak berpengaruh signifikan terhadap
koefisien respon laba dengan menggunakan data pooling, sedangkan data
dalam tiga tahun pengamatan hanya satu tahun pengamatan (2000) yang menyatakan
rugi bersih berpengaruh negatif dan signifikan terhadap koefisien respon laba.
Joos dan Plesko (2004) menghasilkan bahwa rugi tidak berpengaruh terhadap
koefisien respon laba bila rugi tersebut bersifat permanen tetapi berpengaruh
positif dan signifikan bila rugi tersebut bersifat temporer. Hevas dan Siougle
(2011) menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari rugi bersih terhadap
koefisien respon laba.
2.
Implikasi
Prinsip Akuntansi untuk Koefisien Respon Laba
Pada
saat penerbitan laporan keuangan, pasar akan memberikan reaksi yang
berbeda-beda. Reaksi tersebut akan mempengaruhi harga dari sekuritas serta akan
mempengaruhi return yang akan didapat. Dalam hal ini, koefisien respon laba
dapat mengukur seberapa besar reaksi pasar, khususnya investor, dalam melihat
signal informasi laba yang diumumkan oleh perusahaan. Besarnya ukuran perubahan
return atau harga saham dalam merespon informasi laba dapat dilihat menggunakan
koefisien respon laba.
Koefisien
respon laba adalah mengukur seberapa besar pengaruhnya tingkat informasi laba
(rugi) yang terdapat pada informasi laporan laba rugi terhadap return yang
diharapkan oleh investor. Semakin besar koefisien respon labanya menunjukkan
laba (rugi) memiliki informasi yang dbutuhkan oleh pasar atau pemegang saham.
Cho dan Jung (dikutip dari suaryana, 2005) mendefinisikan koefisien respon laba
sebagai efek dollar dari laba non ekspektasian pada return saham, dan secara
tipikal diukur dengan koefisien condongan dalam persamaan regresi return saham
abnormal terhadap laba non ekspekstasian.
Scott
(2006) mendefinisikan koefisien respon laba sebagai “ the extent of a
security’s abnormal market return in response to the unexpected component of
reported earnings of the firm issuing that security”. Naimah (2008)
mendefinisikan koefisien respon laba merupakan koefisien yang mengukur respon
abnormal returns sekuritas terhadap unexpected accounting earnings
perusahaan-perusahaan yang menerbitkan sekuritas. Scott (2006) juga memberikan
faktor-faktor yang mempengaruhi penelitian seperti, ukuran perusahaan,
pertumbuhan perusahaan, beta, dan kualitas laba perusahaan.
3. Implikasi
Prinsip Akuntansi untuk Model Kapitalisasi Laba
dan Nilai Buku
Pada
penelitian ini menggunakan persamaan regresi dengan model kapitalisasi laba dan
nilai buku. Model ini digunakan sebelumnya oleh Hevas dan Siougle (2011) dan
Naimah dan Utama (2007). Menurut Naimah dan Utama (2007) model kapitalisasi
laba sederhana dinilai kurang memadai, terutama pada hubungan rugi dengan
return. Pada kasus perusahaan merugi, pasar tidak lagi menggunakan informasi
ini karena rugi dianggap tidak memiliki nilai informasi, terutama rugi yang
bersifat permanen (Joos dan Plesko, 2004). Dikarenakan informasi rugi sudah
dianggap tidak relevan maka pasar menggunakan opsi lain sebagai bahan
pertimbangan, contohnya opsi likuidasi (Ajie, 2003).
Reaksi pasar yang
melakukan opsi lain yang akan melemahkan hubungan laba (rugi) dengan return.
Dengan memasukkan salah satu opsi yaitu nilai buku. Nilai buku ini diharapkan
menjadi penghilang bias pada koefisien rugi yang dihasilkan dari model
kapitalisasi laba sederhana (Naimah dan Utama, 2007). Hal ini telah terbukti bahwa pada penelitian Naimah
dan Utama (2007) menyatakan pemegang saham pada perusahaan rugi akan
mengandalkan nilai buku ekuitas sebagai proksi laba normal.
4.
Implikasi Prinsip Akuntansi untuk Hubungan Laba (Rugi)
Terhadap Koefisien Respon Laba
Penelitian mengenai
informasi laba (rugi) terhadap koefisien respon laba didasari dari adanya
hubungan antara informasi laba (rugi) dengan return. Informasi laba
(rugi) merupakan signal yang diberikan perusahaan untuk pasar. Signal ini
diharapkan akan membantu pasar dalam mengambil keputusan keuangan (menjual atau
membeli). Pasar akan mereaksi signal yang didapatnya, apabila pasar
bereaksi berarti terdapat informasi didalam laba (rugi). Reaksi tersebut dapat
ditunjukkan dari adanya pergerakan return saham. Besarnya ukuran perubahan
return atau harga saham dalam merespon informasi laba dapat diukur menggunakan
koefisien respon laba atau ERC (Earnings Responses Coeffficient).
Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing informasi baik laba maupun rugi secara
tidak langsung berpengaruh terhadap besarnya koefisien respon komponen laba dan
rugi.
5. Sampel, Data, dan
Metode Analisis
a. Sampel
dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan pada
tahun 2008-2010 Pemilihan sampel ditentukan secara purposive sampling dengan
tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang
ditentukan. Berdasarkan laporan ICMD,
maka terdapat 300 perusahaan manufaktur untuk dijadikan objek penelitian. Pada
penelitian ini terdapat outlier sebanyak 84 observasi. Outlier yaitu
observasi yang dianggap mengganggu populasi. Nilai standar skor diatas 3 atau
dibawah -3 yang dianggap outlier dalam penelitian ini. sehingga terdapat
216 perusahaan untuk dijadikan penelitian. Penelitian ini juga terhindar dari
masalah asumsi klasik.
b. Data
dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu berupa laporan keuangan
tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan akhir tahun
pembukuan pada tanggal 31 Desember 2008, 2009 dan 2010. Data sekunder tersebut
berupa data pooled yang menggabungkan penggunaan data time series (runtun
waktu) dan data cross-section (data silang).
c. Metode
Analisis
Pada
penelitian ini menggunakan alat analisis regresi berganda. Hasil analisisnya
adalah berupa koefisien pengaruh untuk masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi
nilai variabel dependen dengan suatu persamaan. Pada penelitian ini menggunakan
tiga model penelitian.
6. Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Hasil Regresi Uji Hipotesis
Pertama
1) Laba bersih berpengaruh terhadap koefisien respon
laba
Hasil pengujian
menunjukkan bahwa PEPS (laba bersih) berpengaruh positif dalam hubungan laba
dengan return. Berarti informasi laba bersih berpengaruh terhadap
koefisien respon laba. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa laba
bersih dianggap memiliki relevansi nilai. Hal tersebut ditunjukkan dari
signifkannya hubungan laba dengan return, berarti laba bersih
berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Pengaruh yang dimiliki informasi
laba bersih atau PEPS terhadap koefisien respon laba terjadi karena pasar akan
cenderung menggunakan informasi laba yang sangat dekat hubungannya dengan
dividen. Perusahaan yang melaporkan laba juga akan mampu menyelesaikan
proyek-proyeknya, karenanya pelaporan laba memiliki pengaruh positif terhadap
koefisien respon laba.
2) Rugi
bersih berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Informasi
rugi bersih (LEPS) tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal ini
ditunjukkan dari tidak signifikannya hubungan rugi dengan return. Informasi
rugi ditemukan secara negatif dan tidak signifikan. Hal ini disebabkan bahwa
pada saat perusahaan melaporkan kerugian atau rugi bersih, pemegang saham
memiliki opsi lain yaitu opsi likuidasi. Opsi likuidasi ini menyebabkan
informasi rugi tidak memiliki relevansi nilai. Tidak adanya pengaruh dari
variabel LEPS juga dapat disebabkan pasar mencari informasi lain seperti arus
kas atau komponen yang lebih khusus (rugi keuangan atau rugi operasi) untuk
dijadikan bahan pertimbangan keputusan keuangan. Hevas dan Siougle (2011) juga
berpendapat bahwa pelaporan rugi bersih atau LEPS tidak memiliki nilai
relevansi.
b. Hasil Regresi Uji Hipotesis Kedua
1) Laba
dari aktivitas normal berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Dapat disimpulkan bahwa laba dari
aktivitas normal (PORD) signifikan, hal ini berarti laba dari aktivitas normal
berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Laba dari aktivitas normal memiliki
sifat yang berkelanjutan (kontinyu), sehingga dapat menjadi refleksi aktivitas
utama perusahaan dari tahun ke tahun (Hevas dan Siougle, 2011). Hal ini juga
mengindikasikan bahwa pasar cenderung lebih memilih berinvestasi pada
perusahaan yang melaporkan laba, karena perusahaan yang melaporkan laba dapat
memberikan kepastian kelanjutan usaha di masa depan.
2)
Rugi dari
aktivitas normal berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Rugi dari
aktivitas normal (LEPS) tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal
tersebut dikarenakan perusahaaan takut rugi dari aktivitas normal berkelanjutan
sehingga perusahaan lebih cenderung melakukan opsi likuidasi atau pasar akan
mencari informasi yang lebih detil (rugi operasi atau rugi keuangan).
3) Laba dari aktivitas operasi berpengaruh terhadap
koefisien respon laba
Hasil pengujian menunjukkan bahwa laba dari
aktivitas operasi berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal ini juga
konsisten dengan penelitian dari Hevaz dan Siougle (2011) yang menyimpulkan
bahwa POP atau laba dari aktivitas operasi berpengaruh positif terhadap
koefisien respon laba. Pengaruh positif yang dimiliki laba dari aktivitas
operasi terhadap koefisien respon laba dikarenakan aktivitas operasi adalah
aktivitas yang persistensi sifatnya dan merupakan aktivitas yang menopang
kelanjutan usaha dari perusahaan tersebut.
4) Rugi dari aktivitas operasi berpengaruh terhadap
koefisien respon laba
Rugi dari
aktivitas operasi tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal ini
berarti rugi dari aktivitas operasi tidak memiliki informasi yang relevan untuk
pengambilan keputusan, sehingga naik atau turunnya harga saham tidak
dipengaruhi oleh rugi dari aktivitas operasi. Tidak adanya pengaruh dari rugi
operasi terhadap koefisien respon laba juga dapat dikarenakan pasar akan
mencari informasi lain seperti arus kas, atau laba (rugi) kotor yang sangat
dekat hubungannya dengan produksi perusahaan.
5) Laba
dari aktivitas keuangan berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Laba dari aktivitas keuangan (PFIN)
tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba. Hal ini mengindikasikan bahwa
informasi yang dimiliki laba dari aktivitas keuangan tidak digunakan dalam
pengambilan keputusan keuangan oleh investor atau perubahan reaksi pasar
terjadi bukan dikarenakan informasi laba dari aktivitas keuangan. Hal ini
disebabkan laba dari aktivitas keuangan atau PFIN sangat mudah dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal (contoh : kurs mata uang dan tingkat bunga). Oleh
karena itu, aktivitas tersebut sangat bersifat temporer. Laba yang bersifat
temporer tidak dapat menyakinkan investor untuk prediksi arus kas di masa
depan.
6)
Rugi dari
aktivitas keuangan berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Rugi dari aktivitas keuangan (LFIN) berpengaruh
terhadap koefisien respon laba. Hal ini disebabkan rugi dari aktivitas keuangan
berasal dari rugi kurs dan beban bunga, sehingga rugi keuangan bersifat
temporer atau sewaktu-waktu dapat berubah menjadi laba. Penyebab rugi keuangan
signifikan terhadap koefisien respon laba juga dapat disebabkan pada penelitian
ini aktivitas rugi dari aktivitas keuangan lebih sering terjadi daripada
aktivitas laba dari aktivitas keuangan. Hal ini tentu menyebabkan pasar
menggunakan informasi rugi dari aktivitas keuangan untuk pengambilan keputusan.
Hevaz dan Siougle (2011) berpendapat bahwa tanda positif yang dimiliki oleh
rugi dari aktivitas keuangan dikarenakan metode cost yang diadopsi perusahaan untuk pelaporan pendapatan dari
keuangan.
7)
Laba dari
aktivitas pos luar biasa berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Laba dari pos
luar biasa (PEXT) diuji menggunakan model 2 dan model 3. Hasil pengujian
mengindikasikan bahwa tidak ada informasi yang direaksi oleh pasar terhadap
informasi laba dari item pos-pos luar biasa. Tidak adanya informasi yang
digunakan pasar untuk pengambilan keputusan dikarenakan aktivitas ini jarang
sekali terjadi. Aktivitas pos-pos luar biasa merupakan aktivitas yang tidak
menentu, sehingga aktivitas ini tidak dapat merefleksikan aktivitas perusahaan
sesungguhnya. Tidak adanya pengaruh laba dari aktivitas luar biasa terhadap
koefisien respon laba juga dapat dikarenakan aktivitas ini akan dihilangkan
dalam laporan keuangan 2011. Hal ini mengindikasikan laba dari aktivitas luar
biasa tidak memiliki informasi relevan di masa yang akan datang.
8)
Laba atau rugi dari aktivitas pajak
berpengaruh terhadap koefisien respon laba
Berdasarkan
hasil empiris menunjukkan aktivitas pajak tidak memiliki informasi, sehingga
pelaporan pajak tidak di respon oleh pasar. Tidak adanya pengaruh dari
aktivitas pajak terhadap koefisien respon laba mungkin dapat dikarenakan
aktivitas ini sangat tergantung dari besarnya laba (rugi) perusahaan yang
dilaporkan. Pada penelitian ini, aktivitas pajak juga lebih banyak pada
aktivitas rugi (beban) pajak yang mengurangi jumlah laba perusahaan. Aktivitas
beban pajak yang mengurangi laba tentu akan mengurangi kemampuan dividen yang
akan diterima oleh pemegan saham. Hasil ini didukung oleh penelitian Ballas
(1996) yang menyatakan pajak tidak berpengaruh terhadap koefisien respon laba.
Hal ini mengindikasikan tingkat perubahan return atau harga saham tidak
dipengaruhi oleh laba (rugi) dari aktivitas pajak.
7.
Kesimpulan dan Implikasi
a.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
investor menggunakan informasi laba yang lebih bersifat konsisten dan
menggunakan informasi rugi yang lebih bersifat temporer. Hal tersebut terbukti
bahwa pada informasi laba dari aktvitias keuangan dan laba dari pos luar biasa
yang sangat dipengaruhi oleh pihak eksternal dan sangat tidak konisten.
Sedangkan, pada perusahaan yang melaporkan rugi perusahaan memiliki opsi likuidasi
yang menyebabkan informasi rugi kehilangan relevansi nilainya. Nilai buku dalam
penelitian ini juga kurang dapat menjelaskan relevansi nilainya. Penelitian ini
juga menyimpulkan bahwa berbeda cara perhitungan laba (rugi) akan menghasilkan
perbedaan pada reaksi yang berujung pada perbedaan koefisien respon labanya.
b.
Penelitian
ini memiliki beberapa implikasi untuk penelitian terkait, yaitu:
1) Diperolehnya
hasil pengaruh laba akuntansi dari bebagai pendekatan angka laba terhadap return,
maka investor dapat mempertimbangkan perusahaan yang konsisten mampu
mendapatkan laba sebagai tujuan investasi.
2) Diperolehnya
hasil pengaruh laba terhadap return, maka investor dapat
mempertimbangkan nilai-nilai dari informasi laba perusahaan.
3) Untuk
penelitian selanjutnya dapat memperpanjang tahun penelitian sehingga diharapkan
akan memperkuat hasil penelitian sebelumnya terutama pada item pos-pos luar
biasa (extraordinary). Serta diharapkan untuk memasukkan komponen
seperti laba (rugi) kotor (gross profit) karena komponen tersebut
memiliki hubungan paling dekat dengan penjualan (pendapatan) utama perusahaan.
8.
Keterbatasan dan Kelebihan Artikel
a.
Keterbatasan
1) Periode
pengamatan yang relatif pendek hanya tiga tahun dan hanya berkisar pada
perusahaan manufaktur.
2) Kecilnya
jumlah perusahaan yang melaporkan item pos-pos luar biasa, sehingga kurang kuat
dalam menggambarkan kandungan informasi aktivitas tersebut.
3) Data
penelitian pada tahun 2008-2010 masih terkena dampak krisis ekonomi dunia,
sehingga harga saham mungkin menjadi bias.
b.
Kelebihan
1) Hasil
penelitian dapat digunakan sebagai acuan oleh investor untuk mempertimbangkan
nilai-nilai dari informasi laba perusahaan, sehingga tidak salah pilih untuk
menanamkan investasi.
2) Informasi
yang disajikan baik dalam penulisan serta penjelasan tentang tujuan dan hasil
penelitian sudah cukup terperinci.
3) Hasil
penelitian dapat digunakan sebagai bahan refrensi untuk penelitian sejenis pada
masa mendatang.
Comments
Post a Comment