Skip to main content

Beta Disesuaikan dan Beta Untuk Pasar Modal Berkembang

PENDAHULUAN
            Bias yang terjadi untuk thin market disebabkan karena terjadinya perdagangan yang tidak sinkron (non-synchronous trading) di pasar ini. Pasar modal yang tipis merupakan cirri dari pasar modal yang sedang berkembang. Untuk mengurangi bias yang terjadi, Beta untuk pasar modal tipis harus disesuaikan. Beberapa metode dapat dilakukan untuk menyesuaikan Beta tersebut.

KETEPATAN BETA HISTORIS
            Levy (1971) dan Blume (1975) melakukan pengujian terhadap hubungan Beta dari waktu ke waktu. Blume menggunakan teknik regresi dengan data bulanan untuk menghitung Beta pasar. Data yang digunakan adalah data histories selama periode Juli 1954 sampai dengan Juni 1961 dan periode Juli 1961 sampai dengan Juni 1968.

MENYESUAIKAN DAN MEMPREDIKSI BETA
            Blume (1071) juga menyajikan bukti bahwa estimasi Beta cenderung mengarah ke nilai satu dari suatu period eke periode yang lain. Ini berarti bahwa nilai Beta yang kurang dari satu, akan naik mengarah ke nilai satu untuk periode berikutnya. Sebaliknya, estimasi Beta yang lebih besar dari satu, untuk periode selanjutnya akan cenderung turun mengarah ke nilai satu.

BETA UNTUK PASAR MODAL BERKEMBANG
            Beta untuk pasar modal yang berkembang perlu disesuaikan. Alasannya adalah Beta yang belum disesuaikan masih merupakan Beta yang bias disebabkan oleh perdagangan yang tidak sinkron (non-synchronous trading). Perdagangan tidak sinkron ini terjadi di pasar yang transaksi perdagangannya jarang terjadi atau disebut dengan pasar yang tipis (thin market). Pasar yang tipis merupakan cirri dari pasar modal yang sedang berkembang.

PERDAGANGAN TIDAK SINKRON
            Perdagangan tidak sinkron terjadi karena beberapa sekuritas tidak mengalami perdagangan untuk beberapa waktu. Perdagangan tidak sinkron juga sering terjadi dalam satu hari perdagangan. Perdagangan tidak sinkron terjadi jika beberapa sekuritas hanya diperdagangkan pada pagi hari saja yang harganya kemudian dibawa sampai pasar ditutup yang kemudian harga tersebut digunakan
untuk menghitung indeks pasar pada hari itu.

PENGUJIAN TERHADAP BIAS
            Beta pasar merupakan rata-rata tertimbang dari Beta masing-masing sekuritas di pasar. Jika tidak terjadi bias, maka Beta pasar hasil dari rata-rata tertimbang ini akan sama dengan 1. Akan tetapi, Jika terjadi perdagangan tidak sinkron, sehingga Beta untuk individual sekuritas akan menjadi bias, maka Beta pasar hasil rata-rata tertimbang tersebut akan tidak sama dengan 1. Dengan demikian, pengujian untuk mengetahui kebiasan Beta dapat dilakukan dengan membandingkan rata-rata tertimbang Beta semua sekuritas di pasar dengan nilai 1.

KOREKSI TERHADAP BIAS
  • Metode Scholes dan Williams
Scholes dan Williams (1977) memberikan solusi untuk mengkoreksi bias dari perhitungan Beta akibat perdagangan tidak sinkron dengan cara menghitung Beta masing-masing periode lag dan lead.
  • Metode Dimson
Dimson (1979) menyederhanakan cara Scholes dan Williams dengan cara menggunakan regresi berganda, sehingga hanya digunakan sebuah pengoperasian regresi saja berapapun banyaknya periode lag dan lead.
  • Metode Fowler dan Rorke

Fowler dan Rorke (1983) berargumentasi bahwa metode Dimson yang hanya menjumlah koeisien-koefisien regresi berganda tanpa memberi bobot akan tetap memberikan Beta yang bias.

Comments

Popular posts from this blog

Pengertian Padmasana dan Aturan Pembuatan Padmasana secara detail

Mengingat rekan-rekan sedharma di Bali dan di luar Bali banyak yang membangun tempat sembahyang atau Pura dengan pelinggih utama berupa Padmasana, perlu kiranya kita mempelajari seluk beluk Padmasana agar tujuan membangun simbol atau “Niyasa” sebagai objek konsentrasi memuja Hyang Widhi dapat tercapai dengan baik. ARTI PADMASANA Padmasana atau (Sanskerta: padmāsana) adalah sebuah tempat untuk bersembahyang dan menaruh sajian bagi umat Hindu, terutama umat Hindu di Indonesia.Kata padmasana berasal dari bahasa Sanskerta, menurut Kamus Jawa Kuna-Indonesia yang disusun oleh  Prof. Dr. P.J. Zoetmulder  (Penerbit Gramedia, 1995) terdiri dari dua kata yaitu : “padma” artinya bunga teratai dan “asana” artinya sikap duduk. Hal ini juga merupakan sebuah posisi duduk dalam yoga.Padmasana berasal dari Bahasa Kawi, menurut Kamus Kawi-Indonesia yang disusun oleh  Prof. Drs.S. Wojowasito (Penerbit CV Pengarang, Malang, 1977) terdiri dari dua kata yaitu: “Padma” artinya bunga teratai, a

Dinamika Budaya Organisasi

DINAMIKA BUDAYA ORGANISASI A.                 Pengertian Budaya Organisasi Berdarakan pengertian kebudayaan di atas, budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan, yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar ( Basic Assumption ), kemudian Tingkatan Nilai ( Value ), dan Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri, dan hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya Value , Value itu dalam hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku, untuk itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang b

Makna Acintya Dalam Hindu

Paling tidak ada dua makna yang dapat diurai berkaitan dengan “Acintya” ini. Pertama, Acintya sebagai suatu istilah yang didalam kitab suci Bhagavadgita II.25, XII.3 atas Manawadharmasastra I.3 disebut dengan kata: Acintyah, Acintyam atau Acintyasa yang artinya memiliki sifat yang tidak dapat dipikirkan. Dalam bahasa Lontar Bhuwana Kosa, “Acintyam” bahkan diberi artian sebagai “sukma tar keneng anggen-anggen”: amat gaib dan tidak dapat dipikirkan. Lalu siapa yang dikatakan memiliki sifat tidak dapat dipikirkan itu, tidak lain dari Sang Paramatman (Hyang Widhi) termasuk Sang Atman itu sendiri. Jadi, sebagai suatu istilah, “Acintya” mengandung makna sebagai penyebutan salah satu sifat kemahakuasaan Tuhan. Kedua, Acintya sebagai symbol atau perwujudan dari kemahakuasaan Tuhan itu sendiri. Bahwa apa yang sebenarnya “tidak dapat dipikirkan” itu ternyata “bisa diwujudkan” melalui media penggambaran, relief atau pematungan. Maka muncullah gambar Acintya di atas selembar kain puti