Skip to main content

Paradoks Di Dalam Rasionalitas

CHAPTER 8
PARADOKS DI DALAM RASIONALITAS

ALLAIS PARADOX
Menurut prinsip cancellation, pilihan antara dua alternatif harus bergantung hanya pada bagaimana dua alternatif berbeda tidak pada setiap faktor yang sama untuk kedua alternatif. Setiap faktor yang sama untuk kedua alternatif tidak akan mempengaruhi pilihan yang dibuat orang yang rasional. Misalnya, jika Anda memilih antara dua mobil, dan mereka berdua mendapatkan jarak tempuh yang sama, maka faktor jarak tempuh yang seharusnya tidak mempengaruhi mobil yang dipilih.
Kelihatannya prinsip ini tampak sangat masuk akal, jika dua mobil mendapatkan jarak tempuh yang sama, mengapa pilihan anda diantara kedua mobil tersebut dipengaruhi oleh apakah jarak tempuh tinggi atau rendah? Pengambil keputusan rasional seharusnya hanya memutuskan diantara alternatif - alternatif atas dasar alternatif – alternatif yang berbeda.
Pada tahun 1953, ahli ekonomi Prancis Maurice Allais menerbitkan sebuah tulisan yang menantang prinsip cancellation. Pada tulisannya tersebut, Allais menguraikan apa yang sekarang dikenal sebagai Allais Paradox, yaitu paradox yang menunjukkan bagaimana prinsip cancellation kadang-kadang dilanggar.
            Kiranya saya menawarkan anda sebuah pilihan diantara dua alternatif, A dan B. Jika anda memilih A, anda akan menerima $ 1.000.000 pasti. Di sisi lain jika anda memilih B, anda memiliki 10 persen kesempatan untuk mendapatkan  $ 2.500.000, 89 persen kesempatan untuk mendapatkan  $ 1.000.000, dan 1 persen kesempatan untuk mendapatkan tidak sama sekali. Pada kasus ini kebanyakan orang memilih alternatif yang memberikan hasil yang pasti yaitu alternatif A, meskipun alternatif B memiliki nila harapan lebih besar dari $ 1.000.000.
Contoh diatas bertentangan dengan prinsip cancellation, yang menyatakan bahwa pilihan diantara dua alternatif tergantung hanya pada apa yang membedakan kedua alternatif, tidak berdasar faktor – faktor lain yang umum bagi kedua alternatif tersebut.

ELLSBERG PARADOX
            Pelanggaran terhadap prinsip cancellation juga dikemukakan oleh Daniel Ellsberg (1961). Paradox Ellsberg mengungkapkan contoh sebagai berikut, kiranya sebuah guci berisi 90 bola, 30 diantaranya berwarna merah, dan sisanya 60 bola berwarna hitam dan kuning dalam proporsi yang tidak diketahui. Satu bola diambil dari guci, dan warna bola tersebut akan menentukan hasil anda sesuai dengan tabel A.
Alternatif
30 Bola
60 Bola
Merah
Hitam
Kuning
Alternatif A (bola merah)
$ 100
$ 0
$ 0
Alternatif B (bola hitam)
$ 0
$ 100
$ 0
Tabel A
Pada warna apa anda akan bertaruh, merah ataukan hitam ? kebanyakan orang akan memilih warna merah (alternatif A) untuk menghidari ketidakpastian jumlah campuran antara bola hitam dan kuning. Sedangkan jika anda dihadapkan pada alternatif seperti Tabel B, maka bagaimanakah taruhan anda? Pada situasi yang kedua ini kebanyakan orang akan bertaruh pada alternatif B, untuk menghindari ketidakpastian yang berhubungan dengan rasio dari bola hitam dan kuning. Dengan kata lain, kebanyakan orang akan memilih alternatif A untuk kasus yang pertama dan alternatif B untuk kasus yang kedua.

Alternatif
30 Bola
60 Bola
Merah
Hitam
Kuning
Alternatif A (bola merah atau kuning)
$ 100
$ 0
$ 100
Alternatif B (bola hitam atau kuning)
$ 0
$ 100
$ 100
Tabel B
Pada dua kasus di atas keduanya sudah setara dalam segala hal, kecuali bahwa bola kuning pada kasus pertama tidak bernilai uang, dan pada kasus kedua bernilai $ 100. Jadi, karena bola kuning  selalu bernilai sama dalam kasus pertama dan kedua, maka bola kuning tidak mempengaruhi pilihan yang dibuat untuk kedua kasus tersebut. Hal ini sama seperti jarak yang sama tidak mempengaruhi pilihan terhadap dua mobil (pada contoh prinsip cancellation), bertentangan dengan teori utilitas yang diharapkan, bagaimanapun orang sering memilih perbedaan dalam dua permasalahan.

INTRANSITIVITY
Prinsip lainnya dalam pengambilan keputusan rasional adalah Prinsip Intransitivitas, yang menyatakan bahwa seorang pembuat keputusan yang lebih memilih hasil A dari hasil B, dan memilih hasil B dari hasil C, dan juga memilih hasil A dibanding hasil C. Kiranya anda memiliki pilihan diantara tiga pelamar kerja, dan anda memiliki informasi tentang intelegensi dan pengalaman kerja setiap pelamar. Keputusan yang akan dibuat mengikuti aturan sebagai berikut, jika perbedaan IQ diantara dua pelamar lebih dari 10 poin, maka pelamar dengan IQ tertinggi yang dipilih, tapi jika perbedaan IQ diantara dua pelamar sama atau kurang dari 10 poin, maka pilih pelamar dengan pengalaman kerja yang lebih lama.

Pelamar
IQ
Pengalaman (tahun)
A
120
1
B
110
2
C
100
3

Jika kita membandingkan antara pelamar A dan B, kita sebaiknya memilih pelamar B, karena A dan B tidak berbeda jauh dalam IQ, perbedaannya tidak melebihi dari 10 poin, dan B memiliki pengalaman kerja yang lebih lama dibandingkan pelamar A. Sama halnya jika kita membandingkan pelamar B dan C, kita sebaiknya memilih C karena B dan C tidak berbeda jauh dalam IQ, perbedaannya tidak melebihi dari 10 poin, dan C memiliki pengalaman kerja yang lebih lama dibandingkan pelamar B, namun jika kita membandingkan C dan A, kita sebaiknya memilih A karena IQ pelamar A lebih besar 20 poin dibanding C. Jadi pelamar B lebih dipilih daripada pelamar A, pelamar C lebih dipilih daripada pelamar B, dan pelamar A lebih dipilih daripada pelamar C. Intransitivitas ini muncul karena aturan pemgambilan keputusan mendasarkan pada dua dimensi yang berbeda yaitu intelegensi dan pengalaman kerja, yang memperhatikan langkah-langkah kecil dan berbanding terbalik.

PILIHAN TERBALIK
            Satu dari penelitian pertama yang menguraikan tentang Preference Reversals dikemukakan oleh Sarah Lichtenstein dan Paul Slovic (1971). Lichtenstein dan Slovic berpendapat bahwa pilihan diantara sepasang dalam perjudian mungkin melibatkan proses psikologi yang berbeda dari penawaran untuk masing-masing bagian (seperti contoh, mengatur nilai dollar pada nilai mereka). Secara spesifik hipotesis mereka menyatakan, pilihan akan ditentukan terutama oleh probabilitas perjudian, sedangkan tawaran akan dipengaruhi terutama oleh jumlah yang akan menang atau kalah.
            Mereka menguji hipotesis ini dalam tiga eksperimen. Dalam setiap pengujian, mereka pertama kali menyajikan subjek eksperimen dengan beberapa pasang taruhan. Setiap pasang taruhan memiliki nilai yang diharapkan yang mirip, tetapi satu taruhan selalu memiliki probabilitas yang tinggi untuk menang dan di sisi lain selalu memilki hasil yang tinggi untuk sebuah kemenangan. Setelah ditunjukkan subjek yang mereka lebih suka dalam setiap pasangan, mereka membuat tawaran untuk setiap perjudian dianggap terpisah. Tawaran itu ditimbulkan dengan memberitahu subjek bahwa mereka memiliki tiket untuk bermain dalam perjudian dan menanyakan mereka  nama sejumlah dolla minimum yang akan mereka sediakan untuk menjual tiketnya.

PELANGGARAN DARI TEORI UTILITAS YANG DIHARAPKAN SUNGGUH IRASIONAL ?
Ada sedikit keraguan bahwa orang-orang yang melanggar prinsip-prinsip teori utilitas yang diharapkan, tetapi kita mungkin bertanya apakah pelanggaran ini menunjukkan bahwa orang benar-benar tidak rasional. Apakah temuan tersebut berarti bahwa cara orang membuat keputusan yang tidak masuk akal? Jawabannya adalah hampir pasti bukan karena kita tidak memiliki informasi mengenai biaya kesalahan orang dibandingkan dengan biaya normatif mengikuti prinsip-prinsip rasional seperti pembatalan dan transitivitas.
Sebuah strategi keputusan yang tidak dapat dipertahankan sebagai logika mungkin tetap menjadi rasional jika, dalam jangka panjang, ia menyediakan strategi cara cepat dan mudah untuk pendekatan normatif yang memaksimalkan utilitas.


Comments

Popular posts from this blog

Pengertian Padmasana dan Aturan Pembuatan Padmasana secara detail

Mengingat rekan-rekan sedharma di Bali dan di luar Bali banyak yang membangun tempat sembahyang atau Pura dengan pelinggih utama berupa Padmasana, perlu kiranya kita mempelajari seluk beluk Padmasana agar tujuan membangun simbol atau “Niyasa” sebagai objek konsentrasi memuja Hyang Widhi dapat tercapai dengan baik. ARTI PADMASANA Padmasana atau (Sanskerta: padmāsana) adalah sebuah tempat untuk bersembahyang dan menaruh sajian bagi umat Hindu, terutama umat Hindu di Indonesia.Kata padmasana berasal dari bahasa Sanskerta, menurut Kamus Jawa Kuna-Indonesia yang disusun oleh  Prof. Dr. P.J. Zoetmulder  (Penerbit Gramedia, 1995) terdiri dari dua kata yaitu : “padma” artinya bunga teratai dan “asana” artinya sikap duduk. Hal ini juga merupakan sebuah posisi duduk dalam yoga.Padmasana berasal dari Bahasa Kawi, menurut Kamus Kawi-Indonesia yang disusun oleh  Prof. Drs.S. Wojowasito (Penerbit CV Pengarang, Malang, 1977) terdiri dari dua kata yaitu: “Padma” artinya bunga teratai, a

Dinamika Budaya Organisasi

DINAMIKA BUDAYA ORGANISASI A.                 Pengertian Budaya Organisasi Berdarakan pengertian kebudayaan di atas, budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan, yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar ( Basic Assumption ), kemudian Tingkatan Nilai ( Value ), dan Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri, dan hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya Value , Value itu dalam hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku, untuk itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang b

Makna Acintya Dalam Hindu

Paling tidak ada dua makna yang dapat diurai berkaitan dengan “Acintya” ini. Pertama, Acintya sebagai suatu istilah yang didalam kitab suci Bhagavadgita II.25, XII.3 atas Manawadharmasastra I.3 disebut dengan kata: Acintyah, Acintyam atau Acintyasa yang artinya memiliki sifat yang tidak dapat dipikirkan. Dalam bahasa Lontar Bhuwana Kosa, “Acintyam” bahkan diberi artian sebagai “sukma tar keneng anggen-anggen”: amat gaib dan tidak dapat dipikirkan. Lalu siapa yang dikatakan memiliki sifat tidak dapat dipikirkan itu, tidak lain dari Sang Paramatman (Hyang Widhi) termasuk Sang Atman itu sendiri. Jadi, sebagai suatu istilah, “Acintya” mengandung makna sebagai penyebutan salah satu sifat kemahakuasaan Tuhan. Kedua, Acintya sebagai symbol atau perwujudan dari kemahakuasaan Tuhan itu sendiri. Bahwa apa yang sebenarnya “tidak dapat dipikirkan” itu ternyata “bisa diwujudkan” melalui media penggambaran, relief atau pematungan. Maka muncullah gambar Acintya di atas selembar kain puti